Para Orang Tua di Facebook Malam Ini


Hari ini saya melihat beberapa berita yang dibagikan di facebook. Berita itu kebanyakan membuat orang tua resah. Mulai berita tentang anak yang masih bayi, tingkat sekolah dasar, hingga sekolah menengah.

Pertama, seorang ibu dengan bayi laki-laki berusia sekitar dua tahun resah karena kebiasaan sang anak yang suka memainkan alat kelaminnya. Bila dicegah bayi malah marah dan akhirnya menangis. Tapi bila dibiarkan saja, apakah tidak akan berlanjut hingga dewasa?

Komentar dalam postingan tersebut menunjukkan tidak sedikit ibu yang bingung karena menghadapi masalah yang sama. Bahkan ada bayi laki-laki berusia tiga tahun tidak dapat tidur bila tidak memainkan alat kelaminnya. Lalu apakah yang harus dilakukan orang tua? Apakah keresahan mereka wajar?

Bulliying siswa SD pada temannya, diambil dari facebook
Kedua, tersebar video penganiayaan seorang siswi SD oleh teman-temannya sendiri. Dalam video itu, korban dipukuli dan hanya bisa menangis tanpa dapat melawan. Kejadian berlangsung di ruang kelas sekolah. Kenyataan yang terekam dalam video ini sangat meresahkan orang tua. Bagaimana mungkin seorang anak yang baru duduk di bangku sekolah dasar dapat berbuat sekasar itu pada temannya? Bagaimana bila anak kita kelak akan mengalaminya? Apa yang harus dilakukan orang tua? Di mana para guru yang seharusnya hadir ketika peristiwa itu terjadi?

Ketiga, adalah foto dua anak remaja berseragam abu-abu, laki-laki yang sedang mengecup kening perempuan. Latar belakang foto itu menunjukkan sederetan pelajar lain yang menonton dari lantai dua dengan memegang spanduk berukuran besar bertuliskan, “AKU SAYANG KAMU BALIKAN YUK!!”. Romantis atau miris?

Di sisi lain, ada seorang ibu yang mengupload foto anaknya dengan bingkisan kado. Keterangan foto itu tertulis bahwa sang putra (yang tampaknya masih berusia sekitar delapan tahun) mendapatkan kado karena akhir pekan ini berhasil menghafal dua surat. Bukan sekedar menghafal, anak tersebut bahkan lolos tes sambung ayat. Dalam artian ketika dibacakan suatu ayat secara acak anak dapat meneruskan bacaannya dengan tepat. Dengan demikian anak tersebut benar-benar hafal setiap ayat.

Ibu lain menceritakan dialog dengan putranya (kelas 4 SD):
“Begitu sampe rumah..
Anak (A) : Kok pulang Bun, gak nungguin adek latihan..
Ibu (I)       : ibun lupa, cucian udah direndem blom di puter mesinnya.. Terus Bunda laper banget nih, belom makan dari siang..
A                : mau aku masakin telor dadar Bun?”
MasyaAllah, walaupun sederhana,  ibu mana yang tidak tergetar menerima perhatian seperti itu dari anaknya?

Sedikit cuplikan dari kejadian dalam keseharian itu menceritakan banyak hal. Peristiwa pertama, seorang ibu yang khawatir saat putranya yang berusia sekitar dua tahun gemar memainkan alat kelamin dan mendapat kenikmatan dari aktivitas itu menggambarkan satu hal: ketidaktahuan orang tua. Memberi perhatian pada hal ini merupakan hal yang penting. Mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan ini juga merupakan langkah yang baik. Sayangnya ternyata tak sedikit orang yang beranggapan bahwa kebiasaan itu wajar dan tidak perlu dirisaukan karena akan hilang sendiri seiring waktu.

Memainkan alat kelamin pada anak seusia itu sama sekali bukan perkara etika. Orang tua sama sekali tidak dapat disalahkan mengenai hal ini kecuali bila mereka membiarkannya sehingga dapat menjadi kebiasaan berkelanjutan yang semakin tidak baik. Kebiasaan ini patut mendapat perhatian dan penanganan karena dapat menjadi kebiasaan yang lebih buruk atau bahkan dapat menjadi indikator perlakuan orang lain pada anak.

Sebenarnya kasus demikian terutama pada anak laki-laki sering ditemukan. Tidak sedikit jawaban dari para ahli yang dapat diperoleh. Langkah yang perlu dilakukan cukup mudah, dengan mengetik kata kunci ‘balita memainkan alat kelamin’ pada mesin pencari, maka akan diperoleh informasi lengkap dari sumber terpercaya. Kemungkinan sebab, bagaimana cara mengatasi, hingga apa yang tidak boleh dilakukan orang tua telah ada dalam penjelasan. Setelah mencari informasi mengenai hal ini, maka orang tua akan lebih paham bahwa memainkan alat kelamin merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan. Salah satu kepentingannya adalah sebagai indikator kemungkinan anak telah menjadi korban pelecehan seksual.

Peristiwa selanjutnya mengenai pemukulan siswa SD terhadap temannya di sekolah. Banyak yang menyalahkan pihak sekolah karena mengingat kejadian berlangsung di sekolah, seharusnya para guru dapat mencegah ataupun mengatasi peristiwa ini. Tapi tak sedikit pula yang sadar bahwa perilaku bulliying bukan hanya terbentuk karena lingkungan sekolah, tapi juga karena perlakuan yang diterima pelaku di rumah maupun di lingkungan sekitarnya. Begitupun dengan sikap korban yang hanya menangis tanpa perlawanan menerima perlakuan seperti itu.

Kejadian tersebut sangat bertentangan dengan peristiwa ke lima. Seorang putra yang juga masih duduk di bangku sekolah dasar sudah dapat memberikan perhatian pada ibunya. Saat mengetahui ibunya kelaparan karena banyak kegiatan yang harus dilakukan, maka sang anak menawarkan diri untuk menyiapkan telur dadar untuk ibunya. Sebuah penawaran yang sangat sederhana, namun telah menggambarkan kepedulian dan kasih sayang anak pada orang lain, setidaknya pada orang tuanya sendiri. Kira-kira mungkinkah anak yang memiliki jiwa kasih sayang akan melakukan kekerasan pada orang lain?

Selanjutnya, apa yang terbayang saat melihat adegan seorang remaja lelaki berseragam putih abu-abu mengecup kening remaja wanita yang tengah tersenyum berseragam sama? Adegan sinetron? Tidak salah, memang sinetron yang akhir-akhir ini menghiasi TV kerap menayangkan adegan seperti ini. Lalu apa tanggapan para orang tua akan peristiwa ini? Senang dengan ini karena terlihat romantis? Atau malah merasa miris?
foto yang tersebar di facebook


Tak sedikit komentar bernada prihatin menyertai foto ini. Gambaran romantis itu akan begitu indah bila menunjukkan kemesraan pasangan suami istri. Tapi, pada siswa SMA, kalau di depan umum saja berani cium kening, lalu apa selanjutnya?

Kondisi tersebut sangat berbeda dengan gambaran seorang anak yang tersenyum lebar setelah mendapat kado karena telah berhasil menghafal surat dalam Al-Qur’an. Gambaran ini menunjukkan betapa keseharian sang anak disibukkan dengan kegiatan positif.

Pertanyaan selanjutnya yang patut direnungkan oleh para orang tua adalah, gambaran mana dari beberapa peristiwa di atas yang ingin didapatkan dari anak kita? Lalu bagaimana caranya?

Memiliki anak mungkin muncul dari hasrat untuk berkembang biak, untuk mempertahankan jenisnya, dan itu merupakan proses alamiah. Meskipun begitu, tetap saja memiliki anak, atau menjadi orang tua, memerlukan tanggung jawab, bukan?

Bila orang tua telah memiliki keinginan tentang memiliki anak yang seperti apa, maka langkah selanjutnya adalah mengetahui bagaimana cara yang baik dalam mencapainya. Berbagai gambaran peristiwa itu mestinya membentuk rasa keingintahuan dan niat untuk belajar. Belajar dari hal yang buruk untuk mengetahui cara menghindarinya, dan belajar dari yang baik untuk menirunya. Ternyata menjadi orang tua juga perlu belajar, perlu persiapan, dan tidak bisa sembarangan.