Kritik Teks (3)

9. bahasa: baku, dialek, campuran, pengaruh lain;
10. coretan oleh tangan lain:
di dalam teks: halaman berapa, di mana, bagaimana;
di luar teks: pada pias tepi, halaman berapa, di mana, bagaimana.
11. catatan di tempat lain: dibicarakan dalam daftar naskah/katalogus/artikel mana saja, bagaimana hubungan satu dengan yang lain, kesan tentang mutu masing-masing.

2. Catatan
Bagian ini merupakan pertangungjawaban ilmiah dalam kritik teks; misalnya: berisi kelainan-kelainan bacaan atau variae lectiones dalam semua teks sejenis yang digarap. Kelainan-kelainan bacaan ini dihimpun dalam aparat kritik atau apparatus criticus. Penyajiannya dapat dicantumkan:
1. pada kaki hal yang bersangkutan (Ras, Worsley, Robson, Haryati Suoebadio).
2. dikumpulkan tersendiri di belakang teks (Prijana, Supomo, Kern).

Lebih lanjut dengan contoh berbagai teknik sbb:
1. tiap kata atau bagian yang perlu diberi catatan pada tiap-tiap bab dibubuh angka urut sesuai dengan angka pada catatan masing-masing di kaki hal (Ras, Haryai Soebadio);
2. tiap baris pada tiap hal teks diberi angka berjarak lima-lima sesuai dengan angka pada catatan masing-masing di kaki hal (Worsley);
3. tiap kata atau bagian yang perlu diberi catatan dibubuhi tanda bintang kecil sesuai dengan catatan yang dikumpulkan di belakang teks;
4. tiap bait diberi nomor urut sesuai dengan catatan pada kaki halaman masing-masing (Robson, Skinner).

3. Terjemahan
Terjemahan merupakan kelengkapan kritik teks yang penting untuk dilakukan, baik bagi naskah-naskah klasik maupun hasil karya sastra-sastra daerah, terkecuali sastra Melayu. Bilamana tanpa terjemahan setidak-tidaknya memberikan ringkasan isi atau sinopsis yang menyeluruh.
Pada dasarnya terjemahan adalah pemindahan arti dari Bahasa Sumber (BaSu) ke Bahasa Sasaran (BaSa).
Hendaklah dilakukan dengan lengkap meliputi seluruh teks dan terperinci baik yang mudah ataupun yang sukar. Keberhasilan terjemahan bergantung pada pemahaman teks yaitu BaSu yang diterjemahkan, dan penguasaan BaSa, yaitu bahasa yang digunakan untuk menerjemahkan.
Ada beberapa macam terjemahan dan berbagai teori sastra metode terjemahan, misalnya:
- J. C. Catford, 1974. A Linguistic Theory of Translation, London; Oxford University Press.
- Th. Savory, 1968. The Art of Translation, London: Jonathan Cape.
-dll.

Teknik menyajikan terjemahan:
1. antar baris (interlinier);
2. berdampingan dengan teks BaSu;
3. dikumpulkan terpisah di belakang.

4. Komentar
Untuk memberikan keterangan pada segi-segi yang disajikan baik dalam teks ataupun terjemahan, memberikan komentar penting dilakukan, misalnya:
1. bacaan teks yang meragukan atau jarang terdapat/ mana yang dipilih, mengapa dan bagaimana dipilih;
2. ungkapan yang kurang jelas, bagaimana pemahamannya;
3. ungkapan yang berbandingan dengan ungkapan-ungkapan karya lain, bagaimana hubungannya;
4. kesulitan yang dihadapi harus berlaku jujur.

Teknik penyajian komentar:
1. dicantumkan di bawah hal yang bersangkutan;
2. di belakang tiap-tiap bab;
3. dikumpulkan dalam bab tersendiri di belakang.

5. Telaah atau analisis.
Memuat berbagai kemungkinan pembahasan sesuai dengan perhatian dan kepentingan masing-masing.
Misalnya: Supomo - Arjunawijaya: penulis dan saat penulisan, sumber penulisan, perbandingan dengan sumbernya, struktur modus Kak, pemulihan kata, suara, latar belakang penulisan.

6. Daftar-daftar
1. daftar umum (general index): menunjukkan nama-nama diri (orang, tempat) serta pokok yang dibicarakan dalam pendahuluan dan dalam komentar, bukan yang terdapat dalam teks;
2. daftar nama diri (index of proper name): menunjukkan nama-nama diri (orang, tempat) khusus yang terdapat pada teks;
3. daftar subjek atau index: menunjukkan nama-nama pokok dan nama-nama diri;
4. daftar kata (glosarium): 1. memuat kata-kata yang sulit dalam teks yang tidak terdapat dalam kamus yang telah ada dan yang menarik untuk dibicarakan; 2. memuat semua kata dalam teks, terutama untuk bahasa yang belum banyak diteliti.
5. daftar pustaka;
6. daftar metrum;
7. daftar singkatan;
8. lampiran-lampiran atau ilustrasi:
1. gambar: tokoh atau pelaku, tempat atau bangunan, peta, atau map;
2. diagram: skema naskah, genealogi/silsilah;
3. fotografi teks: dalam bentuk faximile atau fotokopi, scene;
4. tabel: ikhtisar isi, jumlah penggunaan kata, jumlah pupuh, jumlah bait;
5. kronologi peristiwa-peristiwa penting.

9. Apendeks atau susulan
Berupa artikel lain yang disusulkan di belakang karena dirasakan bermanfaat untuk menambah jelasnya pembicaraan.

Sebelumnya tentang Kritik Teks (2)

Kritik Teks (2)

Mengapa perlu diadakan kritik teks? Karena teks mengalami penyalinan berkali-kali sehingga terjadi banyak teks.
Mengapa teks perlu di salin? karena:
1. orang merasa tertarik isi yang terkandung dalam naskah;
2. orang merasa sayang kalau-kalau naskah itu sampai rusak hingga tidak dapat dibaca lagi (diwariskan pada generasi yang lebih lanjut);
3. karena kesucian naskah (sakral).

Segi positif penyalinan naskah: naskah-naskah itu masih dapat dinikmati sampai sekarang. Seandainya tradisi penyalinan naskah itu tidak ada, tidak mungkin ada naskah yang sampai pada kita sekarang.
Segi negatif penyalinan naskah:
tradisi penyalinan naskah menyebabkan makin banyak naskah, makin banyak perubahan dan penyimpangan yang terjadi.

Timbul perubahan / perbedaan / penyimpangan karena:
1. mungkin penyalin (penurun) ketika melakukan penyalinan memang dengan sengaja memberikan pertimbangan-pertimbangan, lalu merubah, menambah, mengurangi atau bahkan mengganti.
Jika pertimbangan yang dilakukan penyalin terlalu banyak hasilnya bukan lagi salinan melainkan saduran atau bahkan merupakan penulisan kembali yang mengandung pendapat penyalin -> penyalin adalah pembaca naskah.
2. penyalin menyalin naskah tanpa memberikan pertimbangan apapun. Ia menyalin naskah secara mekanis. Kendati demikian penyalin secara otomatis dan mekanis tidak mustahil banyak menimbulkan kekeliruan, oleh karena:
a. penyalin kurang pendidikan;
b. penyalin kurang teliti;
c. penyalin khilaf (pecah perhatian).

Perubahan/penyimpangan/kesalahan terjadi sambil menyalin karena beberapa macam:
a. perubahan dilakukan dengan sengaja
1. penggantian huruf yang mirip karena huruf yang kurang jelas (ableptio/ablepsio), seperti: sa - ca, ma - wa, na - da, Ta - Sa. Dalam naskah Pajajaran: Siliwangi - Ciliwangi, BJKC : nawakrěm - nawakşam;
2. penggantian yang sama maknanya (subtitutio / substitusi), seperti: putranira - sutanira, toya - tirta;
3. pertukaran letak suku kata, kata; larik (gatra) bahkan bait disebut transposisi, seperti: Ki Dhalang Jurupramana, Dhalang Ki jurupramana; Anoman malumpat sampun, Anoman sampun malumpat;
4. perubahan ejaan asli karena berhubungan dengan pergeseran dalam lafal; -sighra - sigěra, -putra - putera.

b. perubahan dilakukan penyalin tanpa sengaja:
1. terdapat bagian yang hilang (terlampaui) dalam filologi disebut lakuna.
a. lakuna disebabkan oleh huruf atau suku kata yang sama sehingga beberapa huruf (suku kata) hilang disebut halphografi. Contoh: berdandan perak - berdan perak.
b. jika mata penyalin melompat maju (melampaui maju) dari kata-kata yang sama disebut saut du meme au meme. Contoh: Ki Gusti Wayan Panebel, kadang yang terlampaui satu kata, satu larik atau satu bait disebut hipografi. Contoh: kain dan baju - kain baju.

2. tedapat bagian berlebih (tambahan) beberapa huruf atau kata diulang karena kena pengaruh perkataan lain yang baru disalin disebut Dittografi.
-sang sang prabu - sang prabu
- blambanganngan - blambangan
- sang akukuwu - sang akuwu

Kelengkapan Kritik Teks
Biasanya disusun menurut corak tertentu, mulai dari hal-hal yang bersifat umum (memberikan uraian/keterangan sebanyak-banyaknya mengenai teks naskah yang digarap), sampai hal-hal yang bersifat khusus (mengadakan telaah berbagai segi naskah yang digarap) antara lain:
1. uraian naskah, yang penting diantaranya memberikan keterangan tentang:
1) koleksi siapa, disimpan dimana, nomor kodeks berapa;
2) judul bagaimana, berdasarkan keterangan dalam teks oleh penulis pertama (berdasarkan keterangan yang diberikan bukan oleh penulis pertama);
3) pengantar, uraian pada bagian awal di luar isi teks, waktu mulai penulisan, tempat penulisan, nama diri penulis, alasan penulisan, tujuan penulisan, harapan penulis, pujaan kepada Dewa Pelindung (Tuhan YME), pujian kepada penguasa pemberi perintah atau nabi-nabi (manggala dan doksologi);
4) penutup, uraian pada bagian akhir diluar isi teks, waktu menyelesaikan penulisan, tempat penulisan, nama diri penulis, alasan penulisan, tujuan penulisan, nama diri penulis, harapan penulis (kolofon);
5) ukuran teks, lebar dan panjang teks, jumlah halaman teks, sisa halaman kosong;
6) ukuran naskah, lebar dan panjang naskah, tebal naskah, jenis bahan naskah (lontar, bambu, daluwang, kertas), tanda air / watermark;
7) isi: lengkap atau kurang, terputus atau hanya tragmen, hiasan gambar, prosa atau puisi, jika prosa berapa rata-rata jumlah baris tiap halaman, jika puisi berapa jumlah pupuh, apa saja nama tembangnya, berapa jumlah bait pada tiap pupuh;
8) -tulisan
- jenis aksara/huruf: Jawa/Jawi/Bali/Latin/Bugis/Lampung
-bentuk aksara/huruf: persegi / bulat
-ukuran aksara / huruf: besar / kecil / sedang
- sikap aksara / huruf: tegak / miring
- goresan aksara / huruf: tebal / tipis
- warna tinta: hitam / coklat / merah / biru
- goresan tinta: jelas / kabur
- dibaca sukar / mudah
- tulisan tangan terlatih / tidak terlatih

9) bahasa
baku, dialek, campuran, pengaruh lain;

10) catatan oleh tangan lain
di dalam teks: hal berapa, dimana, bagaimana
di luar teks: pada pias tepi, hal berapa, di mana, bagaimana.
11) catatan di tempat lain
dibicarakan dalam daftar naskah/katalogus/ artikel mana saja, bagaimana hub satu dengan yang lain, kesan tentang mutu masing-masing.

Selanjutnya tentang Kritik Teks (3) 

Sebelumnya tentang Kritik Teks (1)

Kritik Teks (1)

Tujuan kritik teks: untuk mengembalikan teks kepada bentuknya yang semula dengan menelusuri kembali jejak perubahan-perubahan yang terjadi dan menempatkannya sesuai dengan tujuan edisi teks yang menjadi akhir penelitian.
Sebelum sampai pada tujuan tersebut perlu diketahui dulu cara kerja penelitian filologi itu, yaitu ada beberapa masalah pokok dalam penelitian filologi dan cara kerja penelitian filologi sebagai berikut:
1. inventarisasi naskah,
2. deskripsi naskah,
3. perbandingan,
4. dasar-dasar penentuan teks yang akan ditransliterasi,
5. singkatan naskah/teks,
6. transliterasi teks.

1. Inventarisasi naskah.
Apabila kita telah menentukan untuk meneliti suatu naskah, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencatat naskah yang berjudul sama atau berisi cerita yang sama atau sejenis, dan kini tersimpan di berbagai tempat atau museum yang biasa menyimpan naskah. Katalog merupakan sarana untuk melakukan itu karena daftar naskah biasanya tersimpan dalam katalogus yang tersedia.
Naskah-naskah yang diperlukan dapat diketahui informasinya dan juga dapat diperoleh dengan memesan di daftar untuk mengetahui jumlah dan di mana naskah itu disimpan, dan persebaran naskah. Persebaran naskah ke berbagai tempat bisa terjadi antara lain karena:
1. hubungan sejarah;
2. pembelian naskah oleh para kolektor;
3. hadiah (pemberian);
4. penyalinan kembali (mutrani).

2. Deskripsi naskah.
Setelah selesai menyusun daftar naskah yang hendak diteliti dan naskah telah tersedia untuk dibaca, barulah uraian atau deskripsi tiap-tiap naskah secara terperinci, antara lain: kadaan naskah, kertas, watermark kalau ada, dan catatan-catatan lain mengenai naskah, misalnya: berapa halaman yang kosong dan yang terisi/terpakai, bagaimana kualitas kertas dan tinta, kertas begaris (polos), bagaimana ukuran (folio/kwarto), warna kertas, ciri-ciri/gambaran watermark (jika ada), warna tinta, keterangan mengenai tulisan: bagus, jelek, besar, kecil, tegak, miring, rapi, sembrono, dll; susunan baris; ada hiasan gambar; ada catatan pada pias atau di dalam teks dan keterangan-keterangan atau ciri-ciri khusus lainnya jika dirasa perlu dikemukakan.

3. Perbandingan Naskah
Satu tahap lagi penelitian filologi yang memerlukan ketekunan dan memakan banyak waktu yaitu perbandingan teks. Perbandingan teks perlu dilakukan apabila suatu cerita ditulis dalam dua naskah atau lebih untuk membetulkan kata-kata yang salah atau tidak terbaca, untuk menentukan silsilah naskah, untuk mendapatkan naskah yang terbaik dan untuk tujuan yang lain. Perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam teks-teks itu timbul karena naskah diperbanyak dengan menyalin.
Dalam menyalin kembali itu terdapat banyak kesalahan dan penambahan baru karena cara yang dilakukan dalam menyalin bermacam-macam sesuai dengaan kepandaian dan keinginan si penyalin.
Cara yang dilakukan dalam menyalin naskah dari pengamatan sementara sbb:
1. menyalin dengan membetulkan;
2. menyalin dengan menggunakan bahasa sendiri;
3. menyalin dengan menambah unsur atau bagian cerita baru, karena adanya pengaruh unsur asing;
4. menyalin cerita dari cerita lisan atau sumber yang berbeda.
Hal-hal inilah yang menyebabkan perlunya naskah diperbandingkan. Sudah menjadi ciri sastra lama bahwa pengarang atau penyalin cerita bebas menambah, mengubah, atau memperbaiki cerita yang diperolehnya. Meski begitu tentu ada batas-batasnya juga, sepanjang isi (pokok cerita) tidak berubah karena mengubah suatu tradisi tabu bagi masyarakat lama. Masyarakat lama itu menganggap naskah sebagai warisan (pusaka) yang tinggi nilainya. Hal-hal inilah yang memberi jaminan pada kita bahwa isinya dapat dipercayai, betul-betul hidup dalam masyarakat sesuai dengan kepercayaannya dan tidak dikarang sesuka penulisnya.

Perbandingan naskah dapat meliputi:
1. perbandingan kata demi kata, untuk membetulkan kata-kata yang tidak terbaca atau salah;
2. perbandingan susunan kalimat atau gaya bahasa untuk mengelompokkan cerita dalam beberapa versi dan untuk mendapatkan cerita yang bahasanya lancar dan jelas.
3. perbandingan isi cerita untuk mendapatkan naskah yang isinya lengkap dan tidak menyimpang dan untuk mengetahui adanya unsur baru dalam naskah itu.

Hal itu perlu dilakukan untuk mendapatkan cerita yang bebas dari kesalahan, isi cerita tidak diinterpretasikan secara salah, penggolongan cerita sesuai dengan penyajiannya, dan untuk menentukan silsilah naskah itu.
Adapun langkah-langkah perbandingan secara singkat dan sederhananya sbb:
a. membaca + menilai (resensi) semua naskah yang ada:
- pilih yang dapat dipandang sebagai objek kajian;
- sisihkan naskah yang dipandang tidak ada gunanya untuk penelitian teks dasar suntingan. Penyisian teks kopi, disebut eliminasi.
b. memeriksa (eksaminasi): teks yang telah dinilai dan dipilih dapat dipakai untuk penelitian lanjutnya diperiksa antara lain:
- adakah tempat yang korup;
- adakah tempat yang terlampaui (lakuna);
- adakah varian dari masing-masing teks dan apakah varian itu berasal dari teks asli atau penyimpangan;
- adakah penyimpangan cara penyajian yang mengakibatkan perbedaan asasi jalan cerita (versi).
Varian adalah bacaan yang menyimpang atau berbeda. Pada hakikatnya ada dua macam: yang terjadi dengan tidak sengaja , dan yang dibuat dengan sengaja.
Varian yang tidak disengaja (sadar) apakah merupakan teks asli atau penyimpangan dari teks, yaitu kesalahan, misalnya:
a. kalau terdapat dalam teks puisi dengan corak metrum, kita harus cek apakah varian cocok dengan metrum. Jika tidak cocok ada kemungkinan varian itu termasuk kesalahan;
b. apakah varian merupakan perkataan yang dikenal dari tempat lain. kalau tidak, ada kemungkinan varian itu salah;
c. apakah varian itu sesuai dengan konteks cerita dan gaya bahasanya dan tidak bertentangan dengan latar belakang kebudayaan atau sejarah? kalau ternyata ya (bertentangan), ada kemungkinan salah.
Bila dijumpai naskah dalam jumlah banyak (besar) langkah berikutnya setelah semua dibandingkan adalah pengelompokan dalam beberapa versi. Kalau anggota dalam tiap kelompok dibandingkan kemudian ditentukan hubungan antar kelompok dengan kelompok lain untuk memperoleh gambaran garis keturunan versi-versi dan naskah, kemudian baru tentukan metode kritik teks yang sesuai dengan hasil perbandingan teks tersebut.

4. Dasar-dasar Penentuan Naskah yang akan Ditransliterasikan dan Penentuan Metode Penyuntingan.
Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk memilih teks yang akan disunting yaitu: usia teks, kelengkapan isi, naskah yang baik dan utuh serta tulisan yang mudah dibaca. Hal-hal tersebut baru bisa diketahui setelah adanya daftar naskah deskripsi naskah yang cermat dan perbandingan teks.
Naskah-naskah yang memenuhi syarat-syarat tersebut yang dipilih untuk ditransliterasikan sebagai dasar dan naskah lain digunakan untuk melengkapi dan memperbaiki kesalahan atau kekurangan yang terdapat pada naskah yang dipakai sebagai dasar itu. Dengan demikian terpenuhilah tujuan penelitian untuk mendapatkan suatu naskah yang lengkap isinya dan baik bahasanya.

5. Singkatan Naskah/Teks
Membuat singkatan teks secara terperinci dapat dikatakan sebagai usaha pertama memperkenalkan hasil-hasil sastra lama yang masih berupa tulisan tangan dan kebanyakan ditulis dengan huruf daerah, agar dapat dibaca dan diketahui garis besar jalan ceritanya. Dalam menyusun singkatan naskah / teks hendaknya dicantumkan halaman-halaman teks secara cermat, sehingga dengan mudah dapat diketahui dari hal berapa sampai hal berapa suatu episode / bagian cerita dimulai dan selesai diikhtisarkan.

6. Transliterasi / transkripsi teks
Arti transliterasi: "alih huruf / tulisan"
trans 'alih' literate: '(macam) huruf / tulisan'.
jadi, transliterasi: mengalihkan macam tulisan yang dipakai.
misalnya: dari huruf jawa ke huruf latin, atau sebaliknya.

arti transkripsi: 'pemindahan tulisan' trans 'alih/pindah', kripsi 'huruf/tulisan'
jadi, transkripsi: pemindahan tulisan saja (salinan, kopian, turunan, rekaman)
bila tujuannya untuk mengganti satu macam tulisan dengan tulisan yang lain istilah yang tepat adalah transliterasi.
Apabila dalam pengedisian teks terpaksa memutuskan oleh karena pertimbangan praktis dengan membuat transliterasi, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu: pembagian kata, ejaan, dan pungtuasi (tanda-tanda).
Ketiga hal tersebut perlu mendapat perhatian khusus karena sifat huruf daerah yang kita kenal bersifat silabis sedang huruf latin bersifat polimis, yaitu: satu huruf melambangkan satu fonim, disamping cara penulisan huruf daerah disambung.

1. Pembagian kata / pemisahan kata
Karena sifat huruf yang berbeda, maka tata tulis huruf daerah pun tidak sama. dalam tata tulis huruf daerah tidak mengenal pengelompokan kata, sehingga tidak ada jeda, sedang huruf latin dikenal ada pengelompokan kata, sehingga dalam pemisahan kata huruf daerah sangat sulit, kadang menimbulkan kekeliruan atau salah tafsir.

2. Ejaan
Dalam membuat transliterasi harus mengikuti ejaan yang dibakukan. Tidak jarang bahwa ejaan asli itu masih mengandung kelemahan dan masih membuka kemungkinan untuk disempurnakan. Jika ada alasan yang khusus (dengan pertimbangan yang matang) dalam transliterasi dimungkinkan sedikit menyimpang dari ejaan yang berlaku.
Satu hal yang harus selalu diperhatikan pemakaian ejaan dalam transliterasi adalah harus taat asas (konsisten/ajeg) dari awal sampai akhir.
Keadaan tata bahasanya tidak sama, oleh karena ejaan yang sesuai bagi satu bahasa belum tentu sesuai diterapkan pada bahasa lain. Contohnya kata 'Pati' yang merupakan nama kota, dalam ejaan bahasa Indonesia dieja 'Pati' namun dalam bahasa Jawa ejaan yang benar adalah 'Pathi', sedangkan kata 'Pati' (tanpa huruf 'h') dalam bahasa Jawa berarti 'mati'.

- ejaan itu dalam transliterasi harus menggambarkan satu fonim satu huruf. ex: ng dan ny dalam aksara jawa diwakili satu huruf.
idealnya dalam transliterasi harus mampu menggambarkan keadaan teks yang sebenarnya.
- bagaimana dengan kata pungut (pinjaman) haruskah dieja dengan bahasa asal atau dieja dalam bahasa pungut, haruskah dikembalikan dalam ejaan murni atau dinaturalisasi. Permasalahan muncul jika teks yang digarap tidak seragam dalam menuliskan kata-kata pungut.
Contoh: kata-kata pungut dari bahasa Sansekerta, Arab, dll.

Selanjutnya tentang Kritik Teks (2)  

Sebelumnya tentang Kritik Teks

Kritik Teks / Metode Kritik Teks

Metode : metodos (Yunani) : Metode: an anquiry in to, method, system.

- 'mith' among, after
- a dos, a way after, a following after.

'Metode' dalam bahasa Indonesia berarti 'jalan / cara'. Cara memkirkan dan cara memeriksa sesuatu hal menurut rencana terntentu.

Kritik: Kritiko's: = 'able to discreen'
krith's = krites = a judge = celaan (negatif), telaah (positif): konotasi
sikap menghakimi, menghadapi sesuatu, menempatkan sesuatu sewajarnya.

Dalam filologi: mengaji / menelaah / memberikan evaluasi terhadap teks. textum.
Bahasa Indonesia: (pengertian ilmiah): tulisan yang mengandung isi tertentu.

Filologi: studi mengenai naskah lama tulisan tangan sebagai penggalan masyarakat di masa lampau.
Tujuan: untuk mengetahui dan memahami alam pikiran pendukungnya dalam berbagai segi kehidupannya di masa lampau, baik kehidupan materialnya tetapi terutama kehidupan spiritualnya.

Dalam perjalanan sejarah sebuah teks, teks diperbanyak dengan cara disalin (diturun) dalam proses penurunanan teks dalam naskah tidak menutup kemungkinan naskah telah terpapar oleh berbagai dampak dari luar yang tidak dapat dihindari. dampak historis dan kultural telah meninggalkan bekasnya pada teks sehingga ada kemungkinan isi teks telah jauh dari aslinya.

Kritik teks bertujuan: untuk mengembalikan teks kepada bentuknya yang semula dengan menelusuri kembali jejak perubahan-perubahan yang telah terjadi dan menempatkannya sesuai dengan tujuan edisi teks yang menjadi hasil akhir penelitian.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa dasar-dasar kritik teks adalah:
1. teks-teks yang sampai pada kita bukanlah teks asli yang ditulis pengarang;
2. teks-teks telah mengalami kerusakan oleh karena usianya dan kerentanannya terhadap iklim;
3. dalam transmisi berkali-kali dari zaman ke zaman dapat terjadi perubahan disengaja atau tidak disengaja.

Kadang istilah teks dengan naskah dikacaukan.
Teks: kandungan naskah.
Naskah: dari bahasa Arab (etimologi): nasaka:
1. karangan dsb yang asli, tulisan tangan kopi (salinan);
2. lembar (eksemplar);
3. rancangan.

manuskrip / manuscriptum (latin) a thing written by the hand.

metode kritik teks berkembang di German di lingkungan ahli ilmu-ilmu bahasa klasik.
Klasik: identik dengan Yunani dan Latin. Orang Eropa tertarik kejayaan jaman Yunani, bahasa Yunani tidak hidup lagi, akibatnya istilah-istilah dalam filologi berasal dari kedua bahasa tersebut.

Buku-buku metode kritik yang ditulis dalam bahasa Indonesia belum pernah ada. Lalu bagaimana?
Caranya dapat dilakukan dengan memahami bagian pendahuluan berbagai edisi teks, terlebih teks yang dijadikan disertasi.
Mengapa? karena dalam pendahuluan edisi teks selalu mengandung metode penyajiannya yang telah mengalami dampak budaya dalam penurunannya.

Salah satu akibat dari kerentanan naskah terhadap iklim ialah: naskah-naskah yang kini kita miliki tidak ada yang bersifat otograf (tulisan pengarang sendiri), semua merupakan salinan bahkan sering kali yang kesekian kalinya. Maka bila ada lebih dari satu naskah yang mengandung teks yang sama dapat disimpulkan bahwa teks yang sama pasti diturunkan oleh suatu induk atau arketip yang sama, dan tidak mungkin teks-teks yang sama dalam berbagai naskah terwujud sendiri lepas satu sama lain. Semua naskah atau varian dari satu teks itu merupakan satu keluarga dan oleh karena itu perlu dibandingkan guna menetapkan yang mana yang paling dapat dipercaya sebagai yang paling dekat dengan aslinya. Masing-masing teks dapat memberi informasi mengenai wujud asli teks yang kini mungkin sudah tidak asli lagi. Melalui perbandingan teks mungkin dapat diketahui bentuk teks yang benar dan variasi-variasi yang telah timbul sepanjang sejarah teks itu. Tugas seorang fillolog adalah mengungkapkan seluk beluk teks agar nanti jelas naskah mana yang menurutnya mengandung teks yang terbaik. tugas filolog tidak mudah, perlu ketekunan, dan njelimet. Disamping diperlukan berbagai sumber pengetahuan lain agar pekerjaan yang njelimet yang telah dilakukan dengan menerapkan kritik teks ini dapat dimanfaatkan oleh kalangan yang lebih luas, filolog perlu menuangkan hasil penelitiannya dalam suatu edisi teks. Pilihan teks mana yang akan disunting dan diterbitkan didasarkan pada kritik teks yang dilakukannya.

Selanjutnya tentang Kritik Teks (1)