Akar-akar Kebudayaan

Resume dari Bab II pada Imagined Communities, Komunitas-komunitas Terbayang oleh Benedict Anderson.

Dalam kebudayaan nasionalisme, ada satu hal yang menarik perhatian, yaitu tentang kematian. Kematian yang pada dasarnya menyedihkan berbalik menjadi kebanggaan dan kehormatan. Seseorang yang meninggal dalam pembelaan terhadap negara mendapat kedudukan yang tinggi sebagai pahlawan yang dihormati. Penderitaan fisik dan kematian malah menjadi harga yang dianggap patut dibayarkan demi rasa nasionalisme.

Besarnya pengaruh kebudayan nasionalis ini dianggap telah dapat menandingi sistem kebudayaan pendahulunya yang pada masa sebelumnya memiliki pengaruh besar. Maka kita perlu juga memahami dua sistem kebudayaan itu, yaitu komunitas religius dan ranah dinasti, untuk dapat memahami kesinambungan yang membentuk kebudayaan yang sekarang berlaku.

Komunitas Religius
Pada kaum religius, dua orang asing yang berasal dari tempat yang berbeda dengan bahasa yang berbeda dapat merasa dekat karena kesamaan agama yang dianut. Walaupun memiliki bahasa yang berbeda hingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, namun komunitas ini dapat saling mengerti dan berkomunikasi dengan adanya bahasa sakral yang dijunjung. Bahasa sakral ini biasanya adalah bahasa asal agama yang dianut. Seperti bahasa Arab bagi penganut agama Islam. Dengan begitu, jadi lah orang-orang yang asing tergabung dalam suatu komunitas yang terjalin atas suatu bayangan, yaitu agama yang sama.

Meskipun kesamaan yang merupakan bayangan itu dapat membuat anggota komunitas saling menerima satu sama lain dengan perbedaan yang ada, ternyata penerimaan itu tidak sepenuhnya. Perbedaan yang sejak awal ada diantara anggota komunitas tidak dapat disembunyikan. Yang cukup menonjol dalam komunitas religius adalah bahwa cara mereka menghadapi perbedaan tidak dengan cara kasar yang kaku. Dorongan yang diberikan lebih bersifat hati-hati dan tidak sewenang-wenang. Bukannya melenyapkan salah satu dan menjadikan yang lain lebih kuat, namun melalui proses perlahan hingga terjadi penerimaan sepenuhnya.

Idealisme yang tertanam begitu kuat pada saat itu tidak berarti kekal, karena pada suatu saat, sistem kebudayaan komunitas religius melemah karena beberapa hal. Yang pertama adalah mulainya pelayaran bangsa Eropa ke berbagai penjuru dunia. Kontak yang terjadi antara komunitas religi membuka cakrawala pengetahuan diantara mereka akan suatu kehidupan yang berbeda. Yang kedua yaitu melemahnya penggunaan bahasa sakral yang sangat penting untuk mengikat komunitas religius. Mulai bangkitnya bahasa-bahasa ibu membuat pengaruh komunitas religius semakin melemah hingga pada saatnya kesakralan yang dulu dijunjung tinggi tidak lagi mendapat penghormatan seperti sedia kala.

Ranah Dinastik
Ranah dinastik memiliki sistem yang bertentangan dengan konsep politik masa kini. Pada masa kini, konsep politik dibatasi secara legal dengan batasan wilayang. Namun konsep dinasti ditentukan atas dasar junjungan kepada raja. Suatu dinasti mungkin saja memiliki wilayah kekuasaan yang tidak berada dalam wilayah yang sama. Wilayah yang jauh bisa juga berada dalam kekuasaannya bila saja daerah itu mengakui dan menjunjung raja yang sama.

Selain pengakuan pada raja, kekuasaan negara-negara monarkis kuno ini bukan hanya dengan jalan perang perebutan kekuasaan, melainkan juga dengan cara penanaman pengaruh. Pengaruh ini bisa ditebarkan melalui berbagai cara, salah satunya adalah dengan menjalin hubungan kekerabatan erat melalui pernikahan antar dinasti, yang disebut politik seksual.

Perolehan kekuasaan pada sistem dinastik juga bisa melalui anugerah Tuhan. Seseorang yang dianggap mendapat anugrah Tuhan akan dipercaya dan diberi kekuasaan untuk menjadi raja.
Pada perjalanannya, sering waktu konsep dinastik ini akan menuju suatu arah untuk menggapai konsep ‘nasional’.


Pemahaman tentang Waktu
Komunitas religi dan ranah dinasti yang sebelumnya mencapai masa gemilangnya dapat juga melemah. Pada suatu ketika terbentuk juga pemahaman tentang konsep ‘sementara’. Bahwa manusia dan segala sesuatu yang ada hanyalah sementara yang berawal dari suatu titik dan akan berakhir pada titik tertentu.

Penjelasan tentang sistem-sistem kebudayaan tersebut tidak menunjukkan suatu runtutan waktu. Dalam artian, pemahaman bahwa sistem komunitas religi mulai melemah diagantikan oleh sistem ranah dinasti dan selanjutnya. Sistem-sistem kebudayaan tersebut tidak saling menghapuskan. Sangat mungkin terjadi adanya beberapa hal yang terjadi dalam satu waktu di tempat yang berbeda tanpa diketahui oleh masing-masing pelaku kejadian tersebut.

Bagaimana pun juga, sistem-sistem yang pernah berlaku membentuk suatu keterkaitan yang pada akhirnya menimnulkan keinginan akan suatu bentuk yang lain dari pada yang sebelumnya. Bentuk baru yang mengaitkan satu sama lain dengan cara-cara yang baru.

0 Responses to “Akar-akar Kebudayaan”: